MODEL PEMBELAJARAN
Judul penelitian: Pengembangan model pembelajaran
penjasorkes berbasis Olahraga tradisional dalam peningkatan karakter dan
berpikir kritis siswa sekolah dasar.
Disusun oleh :
Susanto
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
Draft Model Pembelajaran Penjasorkes Berbasis Olahraga Tradisional Untuk Mengembangkan Karakter dan Berpikir Kritis Siswa Sekolah dasar
A. Pendahuluan
Kecanggihan
teknologi manusia dituntut harus terus mengikuti dan beradaptasi terhadap perkembangan
teknologi, pada aspek perkembangan anak sebagai hal terpenting sebagai penunjang
dalam keberhasilan pembelajaran yang terabaikan. Pembelajaran tidak memberikan
ruang kepada peserta didiknya untuk dapat belajar sesuai dengan taraf
perkembangannya. Munculnya fenomena prilaku anak yang lebih tertarik dengan
gagetnya dari pada orang disampingnya, anak
lebih suka menghabiskan waktunya di warnet untuk game online daripada
bermain dengan temannya, anak yang rela menghabiskan uang sakunya untuk menyewa
plays station daripada untuk menabung, sudah tidak asing lagi ditemui saat
ini. Dampak yang terjadi dari hal tersebut diantaranya terbentuklah manusia
yang lemah dari aspek karakter baik dan kurangnya berpikir secara sistematis.
Indonesia
sendiri memiliki banyak kekayaan budaya yang dapat mengatasi berbagai
permasalahan tersebut tersebut. Salah
satunya dengan memanfaatkan permainan tradisional sebagai model perbelajaran di
SD sebagai usaha atau solusi yang tepat mengatasi permasalahan karakter bangsa
yang semakin lemah. Siswa SD suka bermain dan permainan, sehingga pembelajaran
dengan bermain dirasa tepat untuk dilaksanakan. Anak Usia SD berada pada masa usia
bermain (Hurlock,1980:146). Senada dengan Hal tersebut yang mengakibatkan anak
suka bergerak, Desmita (2009:35) juga berpendapat bahwa anak-anak SD senang bermain, senang
bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang melakukan sesuatu secara
langsung.
Model pembelajaran Penjasorkes berbasis
Olahraga tradisional untuk mengembangkan karakter dan berpikir kritis siswa SD.
Sesuai namanya, model pembelajaran ini diharapkan dapat memfasilitasi
pengembangan karakter dan berpikir kritis siswa SD secara optimal. Dengan
demikian, dampak model permainan ini dapat menghantarkan anak memiliki fondasi
yang kuat untuk berkembang selanjutnya. Model pembelajaran ini memanfaatkan olahraga
tradisional
sebagai wahananya.
Olahraga tradisonal banyak
tersebar di Jawa Tengah, tetapi tampaknya belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para guru SD
sebagai
wahana dan materi pembelajaran.
Menurut Haerani Nur (2013), permainan
tradisional sebagai permainan anak yang dapat menjadi alternatif untuk menciptakan generasi penerus
yang berkarakter unggul. Permainan tradisional diharapkan dapat dijadikan
sebagai salah satu media yang tepat dalam mengembangkan nilai karakter terutama
pada nilai kerjasama, disiplin dan tanggungjawab. Melalui permainan
tradisional, mampu memberikan ruang bagi anak untuk mengenal permainan yang ada
di daerahnya, dengan melibatkan berbagai aspek nilai-nilai yang terkandung
didalamnya seperti, Jujur, disiplin, ketangkasan, Keagamaan dan sosial serta
kerjasama (Rustam Husain, 2020)
Beberapa keterampilan berpikir yang dapat dikembangkan ialah keterampilan berpikir kritis. Macpherson & Stanovich, 2007 (dalam Eggen & Kauchak, 2012) menyatakan bahwa manusia tidak memiliki kecenderungan alamiah untuk berpikir secara kritis. Dengan demikian melalui pengembangan model pembelajaran berbasis olahraga tradisional dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Fachrunnisa Nurdin (2018), bahwa perangkat pembelajaran berbasis kearifan lokal pada kategori valid, praktis dan cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
B. Model
Pembelajaran
Model pembelajaran ialah sebuah perencanaan atau
rancangan yang dibentuk berdasarkan kurikulum untuk merencanak sebauh bahan
ajar, dan sebagai panduan dalam melaksanakan pembelajaran diruang kelas maupun
tempat belajar lainnya (Joyce & Weil (1980:1). Menurut Gunter et al
(1990:67) mendefinisikan “an instructional model is a step-by-step procedure
that leads to specific learning outcomes”. Dari pendapat Gunter tersebut
menjelaskan model pembelajaran yaitu kerangka konseptual yang menggambarkan
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar demi mencapai
tujuan sebuah pembelajaran.
Pengembangan model pembelajaran pendidikan jasmani olahraga
dan kesehatan berbasis olahraga tradisional dalam peningkatan karakter dan
berpikir kritis ini, dilandasi berbagai teori dan konsep. Model Pembelajaran
berbasis dolanan anak merupakan rancangan atau proses pembelajaran yang
mempergunakan dolanan anak sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan gerak
dasar.
Adapun teori dan konsep antaralain teori pembelajaran
motorik, teori kognitif sosial dan teori behavioristik. Teori pembelajaran
motorik menurut Drowaztky (1981), berpendapat bahawa belajar motorik ialah
belajar yang diwujudkan melalui respons-respons muskuler yang umumnya di
ekspresikan dalam bentuk gerakan tubuh atau bagian tubuh. Sebagai contoh dalam
pengembangan motorik halus antaralain: keterampilan kemampuan koordinasi mata
dan tangan, memindahkan barang, meyusun balok, menggunting, dll. Pengembangan motorik
kasar antaralain: berjalan, berlari, melompat, melempar, menendang, dll.
Teori Belajar Sosial dengan mengakomodasi kemampuan
kognitif manusia dalam berpikir dan belajar melalui pengamatan sosial. Selanjutnya
teori belajar sosial ini lebih dikenal dengan Teori Kognitif Sosial. Teori ini
didasarkan atas proposisi bahwa proses sosial dan proses kognitif adalah
sentral bagi pemahaman mengenai motivasi, emosi, dan tindakan manusia. Perspektif
teori ini memandang perilaku manusia merupakan komponen dari sebuah model yang
berinteraksi saling memperngaruhi dengan komponen situasi lingkungan, serta
komponen personal manusia yang meliputi afeksi atau emosi dan kognitif individu
(Bandura ,1986).
Teori belajar behavioristik merupakan teori yang
didasarkan pada perubahan prilaku yang bisa diamati. Behaviorme memfokuskan
diri pada sebuah pola perilaku baru yang diulangi samapai prilaku tersebut
menjadi otomatis atau membudaya. Teori behaviorisme mengkonsentrasikan pada
kajian tentang prilaku nyata yang bisa diteliti dan diukur. Teori ini memandang
pikiran sebagai sebuah kotak hitam, dalam artian bahwa respon terhadap stimulus
bisa diamati secara kuantitatif, apa yang ada dalam pikiran menjadi diabaikan
karena proses pemikiran tidak bisa diamati secara jelas perubahan
prilakunya. B.F. Skinner (1988),
berpendapat bahwa pola stimulus-respons dalam prilaku yang terkondisikan.
Padangan Skinner berbeda dengan pendahulunya (pengkondisia klasik) karena
Skinner mengkaji operant behavior (perilaku disengaja yang digunakan dalam
pengoperasian pada lingkungan). Mekanisme pengkondisian operant behavior ialah (1)
penguatan atau imbalan positif; respons yang diberi imbalan kemungkinan akan
diulangi. (2) penguatan negatif; respons yang membuat lari dari rasa sakit atau
situasi yang tidak diharapkan kemunkinan akan diulangi. (3) penghentian atau
tidak ada penguatan; respons yang tidak diperkuat kemungkinan tidak akan
diualangi. (4) hukuman; respon yang membawa rasa sakit atau konsekuensi yang
tidak diharapkan akan ditekan
Joyce,
Weil, dan Calhoun (2009); Metzel (2009); Eggen dan Kauchak (2012); dan
Suherman, Nopembri, dan Muktiani (2017) menyatakan bahwa model pembelajaran
merupakan rancangan mengenai rincian proses kegiatan interaksi antara siswa,
guru, materi, dan penataan lingkungan belajar agar terjadi proses pembelajaran
yang menimbulkan perubahan ke arah perkembangan yang lebih baik. Komponen model pembelajaran terdiri atas (1) sintaks
atau tahapan kegiatan
pembelajaran, (2)
sistem sosial, (3)
prinsip reaksi, (4)
sistem pendukung: RPP, LKPD,
Materi Pembelajaran, dan
sumber belajar lainnya, dan (5)
dampak yang ditimbulkan oleh pembelajaran. Rincian unsur-unsur model pembelajaran
disajikan sebagai berikut.
1.
Sintaks/Tahapan Kegiatan
Sintaks atau tahapan proses
pembelajaran adalah langkah-langkah atau tahapan proses pembelajaran yang harus
dilaksanakan oleh guru dan siswa.
Sintaks pembelajaran meliputi kegiatan sebagai berikut.
a.
Kegiatan Pemanasan/stretching
Berupa
rangkaian gerakan ringan untuk mempersiapkan jasmani maupun rohani sehingga
mampu menerima pembelajaran dan terhindar dari cidera saat pembelajaran
berlangsung. Peralatan: Pemanasan yang dilakukan dalam model pembelajaran pendidikan
jasmani, olahraga dan kesehatan ini tidak memerlukan peralatan. Kegiatan yang
dilakukan ialah gerak penguluran dengan menggerakan semua bagian tubuh, dimulai dari bagian anggota tubuh atas hingga anggota tubuh bagian tubuh bawah, dan dilanjutkan dengan pemanasan
dinamis atau senam sederhana.
Sebelum
aktivitas pemanasan dimulai, terlebih
dahulu diawali dengan
kegiatan berdoa untuk memohon keselamatan dan kemudahan dalam menerima
pembelajaran. Pemanasan dilakukan dengan cara menggerakan semua anggota bagian
tubuh dimulai dari anggota bagian tubuh atas hingga anggota bagian tubuh bawah,
dilanjutkan dengan senam ringan serta menyebutkan anggota badan dan menggerakan
anggota tubuh yang disebut sesuai dengan arah yang disebutkan. Kompetensi
inti yang harus dicapai oleh siswa adalah (1) mempersiapkan jasmani dan
rohani dalam menerima pembelajaran; (2) mengembangkan unsur-unsur motorik.
Kompetensi dasar, siswa dapat (1) menerima
pembelajaran dalam pengembangan motorik; (2) menambah flexibilitas persendian agar tidak mudah cidera;
dan (3) menjalin kerjasama
atar kawan. Kompetensi
inti dan kompetensi dasar disesuaikan dengan rujukan yang berlaku (KI dan KD
Kurikulum 2013).
b.
Kegiatan Inti.
Kegiatan
inti dalam pemebelajaran ini adalah mengembangkan
dan
meningkatkan karakter dan
berpikir kritis siswa. Kegiatan inti ini berisi 5 (lima) jenis aktivitas yang dilakukan secara
menyeluruh dalam satu kesatuan rangkaian unit, karena model ini menggunakan
model sirkuit. Kelima
jenis kegiatan tersebut dalam bentuk pos-pos kegiatan, dimana kesemuanya harus dilalui dan dimulai dari pos 1 (satu)
hingga pada pos akhir yaitu pos
5 (lima). Kegiatan pembelajaran terbagi dalam kelompok-kelompok dan dalam satu
kelompok terdapat ketua kelompok, besar kecilnya suatu kelompok tergantung dari
banyaknya jumlah siswa dalam satu kelas.
Adapun urutan kegiatan pembelajaran yang tersusun antara lain:
a) Pos
1, Permainan
liter (S)
1) Standar
kompetensi, siswa mampu:
(a) Mengembangkan
nilai karakter disiplin dan berpkir kritis.
(b) Melakukan
koordinasi gerak antar mata, tangan dan kaki.
(c) Melangkah
dengan mengangkat satu kaki bergantian pada tumpuan.
2) Kompetensi
dasar, siswa dapat:
(a) Melakukan
gerakan sesuai dengan media tumpuan kaki tanpa melewatinya dan mengatur
strategi agar mempertahankan keseimbangan badan serta memprediksi panjang
langkah.
(b) Memperhitungkan
penemapatan posisi kaki sesuai dengan tumpuan sehingga keseimbangan tubuh tetap
terjaga.
(c) Mengembangakan
kemampuan visual, kemampuan berjalan menggunakan satu kaki saling bergantian
diatas tumpuan.
3) Tujuan
pembelajaran
(a) Aspek
karakter: Permainan ini
bertujuan meningkatkan nilai karakter disiplin. Karakter
disiplin tertuang dalam gerakan melangkah dengan mengangkat satu kaki secara
bergantian sesuai bentuk tumpuan.
(b) Aspek
berpikir kritis: Mengatur strategi
agar dalam melakukan gerakan mengangkat satu kaki secara bergantian, untuk menjaga keseimbangan tubuh tetap terjaga. Selain itu pemain
mengenal bentuk dan ruang.
4) Peralatan
dan peraturan
Peralatan yang
digunakan pada proses pembelajaran dalam pos 1 (satu) ialah media garis sebagai
tumpuan yang berbentuk segitiga sama kaki berukuran 30cm sebanyak 6 buah dan media garis berbentuk kotak
berukuran 40x40 cm sebanyak 8
buah. Garis berbentuk segitiga siku dan garis berbentuk kotak dirangkai secara
pararel ditempatkan bidang tanah datar membentuk huruf liter (S). dan dipasang
sejajar kearah lintasan untuk menuju ke pos berikutnya (pos 2).
Gambar 1.1 Lapangan permainan liter S.
5) Pelakasanaan
Siswa dari garis
start menuju ke pos 1, untuk melakukan aktivitas melangkah dengan satu kaki
saling bergantian pada tumpuan kaki yang berbentuk segitiga dan kotak. Gambar
berikut siswa memperagakan bagaimana cara melakukan melangkah dengan satu kaki
saling bergantian diatas tumpuan berbentuk segitiga dan kotak.
Gambar 1.2 Pelaksanaan permainan liter S.
6) Indikator
keberhasilan
Siswa dapat
melewati semua tumpuan kaki berbentuk
segitiga dan kotak dengan mengangkat satu kaki saling bergantian sepanjang 8 meter untuk mempertahankan keseimbangan
agar tidak terjatuh.
b) Pos
2, Permainan
liter (A)
1) Standar
kompetensi, siswa mampu:
(a) Mengembangkan sikap percaya diri.
(b) Mengembangkan
kemampuan berpikir analisis.
(c) Melatih
kekuatan otot tungkai.
2) Kompetensi
dasar, siswa dapat:
(a) Menambah
kepercayaan diri ketika dapat melewati rintangan
gawang.
(b) Memperkirakan
jarak dan tinggi lompatan agar dapat melewati gawang.
(c) Melompat
tanpa menjatuhkan gawang yang dilompati.
3) Tujuan
pembelajaran
(a) Aspek
karakter: meningkatkan sikap
kepercayaan diri.
(b) Aspek
berpikir kritis: Menganalisa
seberapa besar kekuatan, yang dibutuhkan agar dapat melompati setiap rintangan
dan mengenal huruf.
4) Peralatan
dan peraturan
Alat yang
digunakan untuk kegiatan pada pos 2 ini ialah gawang kecil yang berjumlah 6
buah dan lintasan garis dengan panjang 4 meter membentuk huruf (A). Gawang
tersebut terbuat dari papan imfraboard dengan ketinggian 30 cm dan lebar 30 cm,
bahan terbuat dari papan imfraboard dengan pertimbangan apabila terinjak tidak
mudah pecah. Sedangkan jarak antar gawang 50 cm. Jarak ini untuk memberikan
ruang penyesuaian langkah anak saat akan melompati gawang berikutnya tujuan
aktivitas ini ialah untuk melatih koordinasi mata badan dan tungkai serta
melatih power pada tungkai.
Gambar 2.1 Lapangan permainan liter A.
5) Pelaksanaan
Siswa setelah melakukan kegiatan pada pos 1 kemudian,
lari menuju pos 2 untuk melompati gawang-gawang kecil yang dipasang melintang
ke arah pos berikutnya. Lompatan dilakukan menggunakan 2 (dua) kaki sebagai
tumpuan.
Gambar 2.2 Pelaksanaan permainan liter A.
6) Indikator
keberhasilan
Siswa dapat
melompati semua gawang kecil yang berjumlah 6 buah dan tanpa menjatuhkan gawang yang dilompati.
c) Pos
3, Permainan
liter (N)
1) Standar
kompetensi, siswa mampu:
(a) Mengembangkan
nilai sikap
tanggungjawab.
(b) Mengembangkan
berpikir analisi dan
strategi.
(c) Siswa
mampu mengkoordinasikan gerak antara mata, tangan dan tungkai
2) Kompetensi
dasar, siswa dapat:
(a) Menyelesaikan
menyusun huruf membentuk kalimat dengan benar.
(b) Mengingat
dan menghitung jumlah huruf yang dibawa.
(c) Menempatkan
huruf-huruf pada tempatnya dengan benar.
3) Tujuan
pembelajaran
(a) Aspek
karakter: meningkatkan nilai
karakter tanggungjawab.
(b) Aspek
berpikir kritis: menganalisa
posisi huruf yang akan disusun menjadi sebuah kalimat.
4) Peralatan
dan peraturan
Alat-alat yang digunakan untuk kegiatan pada pos 3 ini
ialah huruf yang berjumlah 8 buah dan lintasan garis dengan panjang 6 meter
membentuk huruf (N). Huruf tersebut terbuat dari karton tebal dengan ketinggian
10 cm dan lebar 10 cm.
Gambar 3.1 Lapangan permainan liter N.
5) Pelaksanaan
Siswa
memindahkan berbagai macam huruf satu per satu ke tempat yang sudah ditentukan
dan menyusun huruf hingga membentuk sebuah kalimat dengan cara berlari.
Pemindahan huruf berdasarkan petunjuk perintah membentuk sebuah kalimat pada
garis start. Dengan demikian siswa disamping mengembangkan permainan berpola
juga dapat meningkatkan kelincahannya.
Gambar 3.2 Pelaksanaan permainan liter N.
6) Indikator
keberhasilan
Terpindahnya
semua huruf dari start hingga garis finish dan
tersusunnya semua huruf
menjadi sebuah kalimat ditempat yang telah disediakan.
d) Pos
4, Permainan liter (T)
1) Standar
kompetensi, siswa mampu:
(a) Mengembangkan
sikap pengambilan keputusan tepat.
(b) Mengembangkan
berpikir secara analisis.
(c) Memperhitungkan
kekuatan untuk melempar dengan jarak lempar.
2) Kompetensi
dasar, siswa dapat:
(a) Meyakinkan
dirinya dalam mengambil keputusan untuk melempar atau menunda.
(b) Memperkirakan
gerakan tangan dan mata dalam melempar.
(c) Menghitung
jumlah bola dan sisa setelah di gunakan untuk melempar dan jumlah bola yang
masuk keranjang.
3) Tujuan
pembelajaran
(a) Aspek karakter: meningkatkan sikap pengambilan keputusan.
(b) Aspek berpikir kritis: strategi dan ketelitian dalam memasukan
bola plastik sesuai dengan warnanya, dan menganalisa posisi tangan yang benar
agar saat melempar tepat dan masuk.
4) Peralatan
dan peraturan
Peralatan yang digunakan dalam permainan ini ialah line
(garis) berwarna dengan panjang 2 meter, bola plastik warna-warni sebanyak 40
buah dan keranjang plastik sebanyak 2 buah. Jarak lemparan dalam permainan ini
dengan jarak 2 meter, tujuan permainan ini mengembangkan sikap dalam
pengambilan sebuah keputusan yang akan diambil.
Gambar 4.1 Lapangan permainan liter T.
5) Pelaksanaan
Siswa melemparkan bola plastik sebanyak 20 buah kedalam
keranjang dengan jarak 2 meter, setelah selesai melempar bola,
siswa mengihitung jumlah bola yang masuk dan bola yang
tidak masuk keranjang.
Gambar 4.2 Pelaksanaan permainan liter T.
6) Indikator
keberhasilan
Siswa dapat melempar bola kedalam keranjang dan dapat
menghitung jumlah bola baik yang masuk maupun yang tidak masuk keranjang.
e) Pos
5, Permainan
liter (O)
1) Standar
kompetensi, siswa mampu:
(a) Siswa mampu mengembangkan sikap kerjasama.
(b) Siswa mampu mengembangkan berpikir analisa dan secara
terpola.
(c) Memperhitungkan jarak langkah dan memindahkan tumpuan.
2) Kompetensi
dasar, siswa dapat:
(a) Melakukan pekerjaan dengan bersama-sama dalam mencapai
tujuan bersama.
(b) Memperkirakan panjang tumpuan dan panjang langkah.
(c) Melatih kekuatan tungkai bawah.
3) Tujuan
pembelajaran
(a) Aspek karakter: untuk meningkatkan nilai karakter kerjasama.
(b) Aspek berpikir kritis: Melakukan strategi dalam mengatur
tumpuan langkah kaki supaya tidak jauh jarak antar tumpuan lainnya.
4) Peralatan
dan peraturan
Alat-alat yang digunakan dalam aktivtas ini ialah line
atau garis sepanjang 8 meter persegi, alas berwarna sebagai tumpuan.
Gambar 5.1 Lapangan permainan liter O.
5) Pelaksanaan
Siswa memindahkan alas sebagai tumpuan pijakan kaki dan
mengatur jarak tumpuan dengan langkah kaki agar terjaga keseimbangan badan,
kemudian melakukan kegiatan tersebut sampai garis finish yang telah ditentukan.
Gambar 5.2 Pelaksanaan permainan liter O.
6) Indikator
keberhasilan
Siswa dapat memindahkan alas tumpuan dan memperkirakan
jarak langkah kaki agar tidak mudah jatuh.
c.
Pendinginan
Pendinginan bertujuan untuk mengembalikan kondisi tubuh agar kembali dalam keadaan semula. Pendinginan atau coling down dengan cara melakukan aktivitas ringan yaitu dapat berupa: penguluran semua anggota tubuh dimulai dari anggota tubuh bagian atas hingga anggota tubuh bagian bawah kemudian dilanjutkan dengan senam dinamis.
2.
Sistem
Sosial
Sistem sosial pada model pembelajaran ini dibangun berdasarkan interaksi antar siswa, dan antara siswa dengan guru. Siswa bersama-sama membangun pengetahuannya secara individu maupun kelompok. Dalam permainan kelompok siswa mampu menggali kemampuan individunya. Siswa dalam kelompoknya membangun pengetahuaannya dengan berdiskusi. Permainan adu kecepatan dan ketepatan dan menyelesaikan semua tahapan permainan berlangsung, dan disinilah siswa kembali menggali kemampuannya secara individu. Guru berperan sebagai fasilitator dan pengatur pembelajaran dan permainan berlangsung. Siswa memperhatikan petunjuk dan peraturan yang dijelaskan oleh guru. Dalam permainan terdapat aturan-aturan yang berlaku diantaranya tata tertib pada saat pembelajaran berlangsung, bekerja sama dalam kelompok berlaku disiplin, jujur, mampu bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan, dan memiliki rasa toleransi terhadap sesame teman.
3.
Prinsip
Reaksi
Prinsip reaksi menjelaskan bagaimana guru merespon perilaku dan kegiatan
siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Kegiatan pendahuluan:
Guru mengajak anak untuk berdoa dan menghafal surat pendek dan hadist. Guru
memberi contoh caranya meniru huruf dengan benar. Guru memuji anak yang
berhasil menyebutkan huruf vocal dan konsonan, serta membimbing anak yang belum
mampu menyebutkan huruf vocal, konsonan dan meniru huruf.
Kegiatan inti:
Guru mengajak anak untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang
ditugaskan. Guru mempraktikkan cara membuat benda yang ditugaskan. Guru memberi
pujian kepada anak yang dapat melaksanakan tugas dengan baik, guru juga
membimbing anak yang belum mampu membuat tugas. Kegiatan istirahat, guru mengawasi kegiatan yang
dilaksanakan oleh anak-anak, dan meminta anak untuk mencuci tangan.
Kegiatan akhir: Guru menyampaikan pesan agar siswa rajin, taat kepada orangtua, mengajak berdoa, mengucapkan salam dan mengajak bersalaman.
4.
Sistem
Pendukung
Sistem pendukung dalam model pembelajaran penjasorkes berbasis olahraga tradisional ini berupa halaman atau lapangan, sumber belajar dan media pembelajaran. Halaman atau lapangan digunakan sebagai tempat jalannya pembelajaran berlangsung. Sumber belajar siswa berupa lembar kegiatan kelompok, buku dan lingkungan sekitar. Media yang digunakan dalam pembelajaran antaralain: media garis lapangan dengan berbagai bentuk huruf, gawang kecil, keranjang plastik, bola plastik, kain planel, berbagai bentuk huruf dari katon dan tali webbing.
5.
Dampak
Model
Dampak langsung (instruktisonal)/tujuan yang direncanakan untuk dicapai dan dampak tidak langsung (nurturant)/dampak iringan yang
ditimbulkan oleh pembelajaran.
1)
Dampak langsung (instruktisonal) atau
tujuan yang direncanakan adalah siswa
memiliki nilai-nilai karakter disiplin, kepercayaan diri, tanggungjawab,
pengambilan keputusan, kerjasama dan mampu berpikir kritis.
2)
Dampak tidak langsung (nurturant) atau dampak iringan yang
ditimbulkan oleh pembelajaran: Siswa memiliki kemampuan untuk bekerjasama, dan
toleransi yang tinggi.
C. Penutup
Tersusunnya model pembelajaran ini sebagai
sarana dan wahana siswa dalam mengembangkan dan meningkatan karakter serta
berpikir kritis, melalui penggalian nilai-nilai yang terkadung dalam permainan
tradisional jawa, diharapkan siswa mampu mengembangkan karakter dan berpikir
kritis melalui model pembelajaran penjasorkes berbasis olahraga tradisional.
Daftar
Pustaka
Bandura, A.
(1986). Social foundations of thought and action. Englewood Cliffs, NJ, 1986(23-28).
Desmita. 2009. Psikologi
Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Drowatzky, J. N.
(1981). Motor learning: Principles and practices (No. BF295.
D76.).
Eggen, Paul
& Kauchack, Don. (2012). Strategi dan Model Pembelajaran: Mengajarkan
Konten dan Keterampilan Berpikir. Jakarta: PT. Indeks.
Gunter, M. A.,
Estes, T. H., & Schwab, J. H. 1990. Instruction: A models approach.
Boston: Allyn and Bacon.
Hurlock, E B.
1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
Terjemahan Istiwidiyanti & Soedjarwo. 2008. Jakarta: Erlangga.
Husain, R. I.,
& Walangadi, H. (2020). Permainan Tradisional Gorontalo dalam Menumbuhkan
Nilai-Nilai Karakter Anak. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini, 5(2), 1352-1358.
Joyce, B., Weil,
M., & Calhoun, E. (2009). Models of teaching: Model-model pengajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Nur, H. (2013).
Membangun karakter anak melalui permainan anak tradisional. Jurnal
Pendidikan Karakter, (1).
Nurdin, f.
(2018). Pengembangan perangkat pembelajaran berbasis kearifan lokal (permainan
tradisional) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritissiswapada konsep
momentum dan impuls. skripsi, 1(421414065).
Suherman, W. S.
(2017). Pengembangan “Majeda” Berbasis Dolanan Anak untuk Pengoptimalan Tumbuh
Kembang Siswa Taman Kanak-kanak. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 36(2),
220-232.
Skinner, B. F.
(1988). The selection of behavior: The operant behaviorism of BF
Skinner: Comments and consequences. CUP Archive.
Komentar
Posting Komentar